Pernah baca novel 5 cm? Saya lupa kapan pertama kali saya membaca novel itu, kelas 1 SMA mungkin. 5 cm merupakan sebuah novel yang menceritakan tentang persahabatan lima orang yang dari kecil sampai mereka duduk di bangku kuliah selalu bersama. Cerita berawal dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu” yang sudah kehabisan pokok bahasan di saat-saat nongkrong sehingga akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa. Persahabatan, kata yang sangat saya suka. Saya sangat suka memiliki banyak sahabat, ketika teman-teman kelas hanya kenal dengan satu departemen saja, itu tidak berlaku bagi saya. Saya harus kenal dengan satu fakultas. Ketika SMA pun begitu, saya kenal dengan semua teman satu angkatan saya. Karena saya suka membuat sebuah komunikasi.
Me and You Vs the World
Ada hal yang unik ketika saya sudah berkumpul dengan sahabat saya. Tingkat ke-pede-an kami naik menjadi 300 kali lipat, lebih bahkan. Saya bingung kenapa saya bisa berteman dengan mereka. Karena mereka ternyata ajaib-ajaib, pinter-pinter, dan asik-asik. Saya jadi minder, tapi saya suka dengan mereka. Kemana-mana, becanda bego, jalan-jalan ga jelas, ngelakuin hal aneh. Dan itu hanya bisa saya lakukan ketika saya dekat dengan mereka. Ngobrol bersama mereka sambil mengagumi langit malam yang agak mendung dengan bulan yang mengintip sedikit di balik awan kelabu, mengeluarkan semburat biru kehitaman. Mengeluarkan semua keluh kesah, penat selama kami menjalani kehidupan di tanah rantau, dan diakhiri gelak tawa menertawakan kekonyolan masing-masing.
Kami memiliki mimpi, bukan mimpi untuk dapat terbang ke angkasa, bukan mimpi tentang menggenggam dunia ala persahabatan imajiner. Ketika kami berbicara tentang mimpi dan terasa berat untuk mewujudkan mimpi itu, kami selalu ingat ketika burung pertama kali belajar terbang. Ketika sayapnya belum kuat untuk dikepakkan, dan itu kami pada saat ini. Belum mampu mengepakkan sayap untuk dapat terbang tinggi. Namun, dia tidak menyerah. Tetap berusaha agar mampu terbang, dan saat inilah yang sedang kami lakukan. Berusaha belajar untuk mengepakkan sayap. Malam itu. Apakah jadi malam yang akan kami kenang atau malah akan terlupakan? Ketika mimpi itu terucap. Saat ini masih belum tahu untuk apa semua ini. Semuanya belum tahu. Semuanya belum terlihat, dan seperti biasa semesta di sana pun mengangguk bijak membiarkan semuanya belum terlihat jelas. Semesta hanya bisa berdoa mensyukuri sebuah persahabatan yang telah datang lagi dan menjumpai mereka malam itu.
A moment to remember
Sesungguhnya setiap manusia memang diberi kebebasan untuk memilih. Memilih di persimpangan-persimpangan kecil atau besar dalam sebuah “Big Master Plan” yang telah diberikan Allah kepada kita. Seperti kita ketika memasuki sebuah hutan dan banyak persimpangan di sana. Ketika kita salah arah dan memilih persimpangan yang tidak seharusnya kita pilih, maka kita akan tersesat. Solusinya? Putar arah dan kembali ke persimpangan sebelumnya. This world is for those who wants to fight. Kalau sudah bertekad untuk maju, maju terus hingga kamu tidak sanggup lagi untuk melangkah. Sebuah moment yang saya rasakan ketika saya tidak sanggup lagi untuk melangkah namun ada gerakan hati yang membuat saya untuk terus menapakkan kaki, ketika mendaki gunung. Dan itu dibayar dengan setimpal ketika sudah sampai puncak. Mata ini tidak dapat berhenti melihat ke sekeliling, sedikit pun tidak mau terpejam. Pemandangan yang indah...sangat indah. Biasanya kalau manusia merasakan keindahan yang amat sangat, dia secara refleks akan memejamkan mata dan membawa keindahan itu ke hati karena keindahannya tidak bisa diucapkan dengan kata-kata atau diterjemahkan dengan cara apa pun sama indera fisik. Tetapi saat itu sepertinya teori itu bisa dibantah. “keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka berapa pun”, itulah kalimat yang mungkin dikatakan oleh sahabat saya jika dilihat dari pancaran wajahnya yang bungah ketika mampu menjejakkan kaki di salah satu puncak tertinggi di Pulau Jawa. “yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya...”.
“Jika kamu punya mimpi, biarkan ia menggantung, mengambang 5 centimeter di atas kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja. Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya. Serta mulut yang akan selalu berdoa.Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan cuma seonggok daging yang hanya punya nama. Dan kamu tidak perlu bukti apakah mimpi-mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya”
5cm is very nice novel.
BalasHapusane keinget kata2 (kurang lebih sih):
"impian itu 5cm dari sini (sambil menunjukn dahi)"
CMIIW
Nice post, Chal..
BalasHapusaku dadi kelingan.. pinjam novel 5cm teman tapi belum dibaca2, apalagi dikembalikan.. ^^
adieto-san :
BalasHapusiye, aku suka pas cerita ndaki Gunung Semerunya dit.
sampe sekarang masih menjadi "mimpi" ku itu.
semoga sebelum lulus bisa kesana minimal satu kali dah.
amiin.
itu dahi, kening apa jidat tah?!
*bingung abdi mah*
@_@
kang muse :
wahh..wahh..
gek wiz nyilih, lali dibalekke, durung diwoco pisan.
parah koen kang.
--"
waaaa....nice posting....haha
BalasHapusapik tenan...aku dadi pengen tuku bukune...hehe
arsyad :
BalasHapusada cerita di setiap episode kehidupan brother.
ketika kita mampu mengemasnya dalam sebuah cerita yang apik, maka kemungkinan itu akan menjadi motivasi untuk orang lain yang memiliki sebuah penggalan cerita yang mirip dengan punya kita.
so, buatlah "5 cm" mu itu sendiri.
^_^