Indonesia adalah suatu puzzle yang tak pernah selesai. Selalu kau temukan kepingan baru
yang tak pernah kau lihat sebelumnya. Asing, baru. Namun kepingan itu berhak
untuk berada di sana, menjadi bagian dari gambaran besar yang coba kau satukan
sejak lama, yang berusaha kau resapi, kau renungi, kau definisikan untuk kau
pahami maknanya. Berkali-kali kau merasa frustrasi, putus asa, dan kau
hancurkan lagi susunannya. Tapi pada akhirnya selalu kau temukan lagi semangat
untuk menyusunnya kembali, agar menjadi satu gambaran yang utuh. Begitu terus,
berulang kali.
Tak pernah selesai.
Di satu sisi kau temui orang-orang bermobil
mewah, menyesap kopi mahal di kedai kopi franchise
luar negeri dan menenteng tas-tas belanjaan dari butik yang menjual karya
desainer impor. Mereka Indonesia, tetapi di dalam jiwanya Barcelona, Paris, New
York, dan entah apa lagi.
Di sisi lain lukisan itu terbentang
berhektar-hektar sawah. Langit biru cerah. Di udara menguap keringat-keringat
petani, para pekerja keras. Dan di pondok di tengah sawah, sambil
terkantuk-kantuk menunggu orang tuanya bekerja, adalah anak-anak kecil berkaus
lusuh, yang dengan gembira mengeluarkan buku cerita yang dipinjamkan gurunya di
sekolah. Dengan tertatih-tatih ia membaca kata demi kata di buku itu, sambil
sesekali mengguncang tali temali untuk mengusir burung-burung. Mencuri waktu
untuk tenggelam dalam imajinasi. Betapa mahalnya waktu di negeri ini untuk
sekedar bermimpi.
Pada sudut lain adalah para penyair-penyair yang
terlupakan. Tenggelam dalam bising infotainment
dan roman-roman picisan berwujud FTV, puisi dan syair kini menjadi barang
langka untuk dijajakan. Tak laku, tak seksi lagi. Namun mereka tetap merenung
di kursi-kursi tinggi mereka. Memikirkan pertarungan drama versus realita.
Menghadirkan pementasan teatrikal pada audiens
yang semakin lama semakin sedikit di panggung remang-remang terbentur biaya.
Bertopeng realita, mereka hadirkan cerita yang sesungguhnya nyata.
Dan seorang pekerja ibukota tertidur di jendela
bus yang membawanya pulang. Gedung-gedung tinggi tempatnya bekerja akrab
menyapa selama matahari membentang. Namun ketika petang menghujung,
gedung-gedung itu meredup, menjelma menjadi monumen-monumen yang menegaskan
definisi sebuah kota; namun jauh dari jangkauannya. Bukan di situ ia seharusnya
berada. Maka dari itu ia pulang. Jauh, jauh menuju rumah yang pintunya
benar-benar terbuka dan atapnya betul-betul menaungi. Tak peduli berapa jam
harus ditempuh di jalan-jalan padat sesak dengan mereka yang senasib dengannya
–mengais rezeki di ibukota untuk kemudian ditendang di akhir hari ke
daerah suburban yang semakin padat penduduknya– hanya satu hal yang tergambar
di benaknya: Pulang.
Di suatu tempat yang tak jauh, petinggi-petinggi
negara bersidang merumuskan undang-undang yang asing di lidah dan tak dapat
dicerna perut-perut kelaparan di penghujung negeri. Betapa jauh sesungguhnya
jurang yang terbentuk antara dirinya dan rakyat yang diklaim diwakilinya. Namun
ia tentu tak pernah tahu bagaimana arti lapar itu sendiri. Kursinya empuk,
ruangannya dingin, minumannya air mineral mahal. Dan anak-anaknya jauh menempuh
pendidikan di negeri seberang.
Dan akhirnya, di antara padang-padang yang nyaris
gelap karena tak tersentuh listrik, di rumah-rumah beralas tanah dan berdinding
sederhana, kau temukan anak-anak kecil yang belajar bertemankan pelita.
Menyenandungkan lagu yang diajarkan gurunya untuk menyelesaikan soal-soal
matematika. Ia tak tahu apa yang akan dibawa masa depan baginya. Yang ia tahu,
ia ingin sekolah, ingin belajar, selama dirinya bisa. Untuk anak-anak inilah
kau tetap pegang teguh semangatmu. Menyatukan kepingan-kepingan Indonesia di
lubuk hatimu. Untuk mereka kau tertatih mendorong kereta-kereta kemajuan.
Berharap di masa depan, kan kau temukan kepingan baru Indonesia yang lebih
menggembirakan, lebih membumi, berdiri lebih tegak.
Kepingan puzzle
itu belum selesai. Masih ada ruang untuk harapan.
~Indonesia mengajar~
waah keren ....... ^^
BalasHapusSyarat makna...!!!
BalasHapusAKu ingin juga menjadi
Tim penyusun Kepingan Indonesia ini
Kita Harus Bangga
Punya Indonesia...^_^
sudah seharusnya kita harus menjadi penyusun kepingan Indonesia mbak yona.
Hapusfor the better future