Salah satu kata yang
paling tidak aku sukai adalah ‘perpisahan’. Memang sangat mudah untuk
dituliskan, terasa ringan untuk dilafadzkan, namun begitu berat untuk dihadapi
dan selalu terasa sangat mendalam. Mengapa selalu ada perpisahan setelah
pertemuan? Kalau begitu lebih baik tidak perlu ada pertemuan agar tidak ada
kata berpisah yang kadang terasa sesak di dada. Namun mungkin bila tidak ada
perpisahan, tidak akan ada pula kata pertemuan. Kedua kata tersebut tidak dapat
dipisahkan, seperti sebuah pasangan yang bekerja secara antagonis.
Siklus pertemuan dan
perpisahan ini terus terjadi dalam kehidupan seseorang dan dalam bergulirnya
kehidupan di sekitar kita, semua silih berganti menggantikan yang lama dengan
yang baru, menghapuskan yang sudah berlalu dengan sesuatu yang belum pernah
kita temui. Siapa pun dia pasti mengalaminya. Pertemuan biasanya diwarnai
dengan hal-hal yang indah dan membahagiakan, banyak cerita yang dapat
dituliskan di diary kehidupan
mengenai kisah-kisah pertemuan kita. Sebaliknya perpisahan justru lebih banyak
didominasi oleh kesedihan, keharuan, dan linangan air mata. Sehingga tak
sedikit orang yang enggan menuliskan cerita perpisahan di catatan kecil harian
mereka.
Mungkin aku juga salah
seorang yang harus menghadapi siklus ini. Pertemuan dan perpisahan yang silih
berganti dengan setiap orang membuat hidup ini lebih berwarna, lebih indah
untuk dijalani. Namun, andai kata itu bisa dihapus dari kamus kehidupan ini, aku
akan segera menekan tombol delete
secara permanen, karena seperti kebanyakan orang yang juga tidak suka dengan
kata perpisahan. Namun kata itu sepertinya adalah kata default di dalam program kehidupan setiap manusia, sehingga
mustahil untuk dihilangkan.
Kini aku telah sampai
kembali di penghujung malam. Ku singkirkan almanak di atas meja komputer agar
aku tidak lagi menghitung berapa malam yang harus ku lewati. Penantian yang
berkepanjangan adalah hal yang cukup membuat diri ini merasa sakit. Menunggu pertemuan
kembali adalah hal yang berat dan menegangkan. Walaupun kata orang, penantian
bisa menjadi hal yang membahagiakan bila kita menikmatinya dan mengisinya
dengan hal yang bermanfaat. Namun, bagiku ini sangat sulit untuk dinikmati. Perpisahan
yang berat, tak hanya membuat jarak dan ruang namun juga meninggalkan noda di
hati. Tapi hal tersebut harus dijalani demi menggapai sebuah mimpi, menunaikan
janji yang sempat terucap. Kita memang harus berjarak, layaknya sebuah spasi
yang akan memberikan makna kepada sebuah kalimat. Ruang kembali memisahkan.
"Manusia tidak dapat menuai filosofi arti kata
memiliki sampai dia merasakan perpisahan yang menyedihkan dan yang mampu
membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang
menyedihkan"
dont be sad mas bro kan kita masih selalu bersama..^_^
BalasHapuskita msih sama-sama berjuang..
EADC 2012 menanti kita..^_^
EPICENTRUM
haha . .it's not about you brotha.
Hapusaye aye . .semoga diberi kesempatan untuk lolos EADC di tahun terakhit kita.
hehe.
Allahumma amiien...!!!
BalasHapus