خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاس“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.”
Hidup kita akan terasa jauh lebih bermakna manakala kita mampu mermberikan manfaat pada orang lain. Banyak orang yang seolah hidup untuk dirinya sendiri. Dia tergopoh-gopoh menjalani hidup untuk sekedar mengatur dirinya sendiri. Tentu saja memang kita harus mengatur diri kita sendiri dengan baik. Namun, itu tidak cukup. Kita juga harus mengatur diri kita agar bisa bermanfaat pada orang lain.
Jangan sampai kita hanya menjadi beban masyarakat. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak punya nilai dalam lingkungan kita. Berikanlah pengaruh positif pada orang-orang di sekitar kita. Tebarkanlah manfaat sekecil apapun itu. Berikan kontribusi terbaik yang mampu kita berikan kita pada lingkungan sekitar kita.
Saya tidak punya apa-apa? manfaat apa yang bisa saya berikan?
Justru disanalah letak kesalahannya. Ketika kita berpikir bahwa kita tidak punya apa-apa maka kita akan benar-benar tak mampu memberikan manfaat. Ubahlah pemikiran tersebut. Setiap orang pasti punya nilai lebih, apapun bentuknya. Paling tidak berikanlah inspirasi positif pada orang-orang di sekitar kita.
Satu cerita yang saya dapatkan malam ini ketika selesai shalat tarawih di masjid dekat rumah saya. Ada ajakan untuk menghadiri tadarus bersama dengan bapak-bapak di lingkungan sekitar rumah saya. “Mas Faizal, nanti habis tarawih jangan pulang dulu ya, ikut tadarus bareng bapak-bapak di sini”. Kali ini malu saya untuk menolak ajakan tersebut, karena sudah berkali-kali saya menolak ajakan untuk ikut tadarus bersama. Yahh..hitung-hitung silaturahmi sebagai wakil abah, pikir saya dalam hati.
Tak seperti yang saya bayangkan, ternyata tadarus bersama bapak-bapak itu menyenangkan juga. Lucu malah, ketika tiba-tiba bacaannya “menghilang” entah kemana, “walahh..tekan ngendi mau wacanane, kok ngilang?”. Ketika ada huruf yang berkumpul sehingga sulit untuk dibaca dengan umur yang sudah tua itu. Ketika saya terlalu cepat dalam tilawah sehingga mereka ketinggalan dan terpaksa saya berhenti untuk memberi tahu sampai ayat mana yang saya baca. Namun, saya sangat salut dengan ghirah para bapak-bapak dalam membaca ayat-ayat Al-Qur’an huruf demi huruf walaupun maish terbata-bata dalam mengucapkannya, itu mengajarkan saya tentang pentingnya arti kesabaran. Mungkin ketika abah sudah tua nanti dan sulit untuk membaca Al-Qur’an, saya harus menatih abah untuk membacanya. Seperti abah menatih saya ketika saya masih kecil.
Dan satu hal lagi yang cukup penting adalah jangan berharap pamrih sedikitpun atas kebermanfaatan yang kita berikan pada orang lain. Berikan saja dengan tulus ikhlas. Yakinlah suatu saat nanti semua kebermanfaatan itu akan dibalas oleh Allah kepada kita. Kalau tidak dibalas di dunia, paling tidak di akhirat.
Ketika sunnah itu ditegakkan terasa begitu berat, maka ringankanlah dengan berta’awun bersama mereka. Dengan demikian, sunnah itu akan masuk sendirinya ke dalam keseharian mereka.
ijinkan ane dapet pertamax gan..hehe
BalasHapussemangat berkontributif ya gan...
bisa lewat dari hal-hal yang sederhana...
misal, menyingkirkan halangan di jalan, dsb..
btw busway, kenapa atuh ajakan tadarusan ditolak???
ane udah sering banget gan...sejak dari sd..banyak sekali cerita lucu..(alasan dulu saya tadarusan ya karena orang yang ikut lucu2) haha...
*nanti tak post aja deh di blog ku..hehe
insyaa Allah mas.
BalasHapusnyata berkonstribusi.
:D
heumm . . lha biasane aku tadarus dewe ning omah og syad.
lagian isine bapak-bapak, keliatan tua nho aku.
-,-
tapi lagi sadar sekarang, ternyata masih banyak yang membutuhkan pemuda seperti kita di lingkungan sekitar kita.
*ceilee*
:p