Musibah itu datang secara tiba-tiba. Tanpa kita sadari, tiba-tiba musibah itu menghampiri kita, bahkan terkadang kita lah yang menjadi korban musibah tersebut.
Sabtu, 20 Oktober 2010.
Di tengah kepenatan mid semester, saya melarikan diri ke Semarang. Sejenak melupakan dua ujian yang sudah saya jalani dan diluar dugaan saya (sebenernya sudah menduga sih kalo saya ga bisa ngerjain di bagian tertentu). Apa mau dikata. Semua sudah berlalu.
Ketika itu mendapat telpon dari ibu, beliau berkata bahwa abah dan ibu mau ke Semarang hari Jumat-Ahad, dan saya disarankan ga usah pulang ke Tangerang. Awalnya sih manut-manut aja, karena memang pada pekan itu saya sedang UTS (Ujian Tidak Serius). Tapi setelah dipikir-pikir kok pingin pulang ke Semarang, sekalian ngeliat adik yang habis dijahit kakinya.
Yahh..siang itu, ba’da shalat Dzuhur saya memutuskan untuk mencari angin sebentar. Awalnya saya ingin naik motornya adik, tapi setelah saya pikir-pikir kok rasanya kangen ya naik Si Biru. Akhirnya saya memilih naik Si Biru saja (vespa yang dibeli dari gaji pertama abah). Awalnya lancar-lancar saja, sampai ketika perjalanan pulang melewati turunan yang cukup curam tiba-tiba sepeda di depan mengerem mendadak. Saya yang kurang sigap ditambah bodi vespa yang begitu besar terpaksa menabrak motor yang ada di depan. Karena saya tidak mau ambil resiko yang lebih besar, saya terpaksa menabrakkan bagian depan vespa saya ke motor tersebut. Daripada saya harus menghindar tapi nanti malah jatuh kan berabe, karena bodi vespa itu kan besar jadi sulit dikendalikan. Apa mau dikata, susu sudah menjadi yoghurt.