10/15/2011

Cerita sore hari



Duduk di pematang sawah menikmati sang surya yang perlahan kembali ke peraduannya sore kala itu terasa indah sekali, sejenak melupakan semua kepenatan yang singgah di kepala ini selama satu minggu selalu memenuhi rongga-rongga sel otak saya, sementara itu di indera pendengaran saya seakan terdengar suara musik alam karena angin menggoyangkan padi yang telah menguning, tenang. Sebuah harmoni alam yang sangat apik tertata. Sementara itu, di bawah langit yang sudah tampak jingga karena senja telah datang terlihat sekumpulan burung gereja yang mulai kembali setelah seharian penuh mencari makan di sekitar pematang sawah itu.

Tidak tahu kenapa tiba-tiba saya berpikir untuk sampai ke daerah itu sore tadi, mungkin terlalu lelah dengan segala urusan duniawi yang cukup memberikan tekanan pada sistem saraf otak kecil saya. Di kejauhan kelihatan sekelompok petani sedang memikul bibit padi yang siap di tanam besok pagi, laju motor saya pun mengarah kesana, tak selang berapa lama saya sudah terlibat obrolan seru dengan beberapa buruh tani dan pemilik sawah tersebut, “cuaca lagi bagus neh mas buat tanam padi” begitu pak Kirman menjawab pertanyaan saya, dan sore itu juga beliau memberikan saya sebungkus nasi untuk dimakan bersama-sama, meskipun hanya sekepal nasi putih dengan lauk orek tempe dan sekerat ikan tongkol terasa nikmat sekali karena dimakan di pematang sawah bersama-sama dan di depan terhampar keindahan bias cahaya memerah dari tenggelamnya sang surya.


Guratan wajah tua itu, hitam legam yang menandakan jerih payah seorang tua untuk mencari nafkah mengolah tanah kosong itu menjadi sebuah ladang yang mampu menghasilkan beberapa lembar uang untuk menyambung hidup di hari berikutnya. Lelah nampak sekali terpancar dari pemilik wajah itu. Tidak seperti kebanyakan orang yang saya lihat selama sepekan ini, dengan dandanan terbagusnya. Menggunakan dasi dan kemeja yang tampak mahal dengan jam tangan bermerk luar negeri. Kontras. Dia hanya menggunakan kaos putih, lusuh. Sesekali dia pakai untuk membersihkan peluh yang menetes di kening dan pipinya. Menambah elegi seorang yang menantang kerasnya kehidupan.

Tidak ada kata keluh kesah tentang hidup yang dia jalani, walaupun senyum dan tawa khasnya menandakan beratnya beban yang dia pikul. "Janganlah terlalu cepat membuat kesimpulan dengan mengatakan nasib baik atau jelek, semuanya adalah suatu rangkaian proses. Syukuri dan terima keadaan yang terjadi saat ini, apa yang kelihatan baik hari ini belum tentu baik untuk hari esok. Apa yang buruk hari ini belum tentu buruk untuk hari esok. Tetapi yang pasti Allah paling tahu yang terbaik buat kita." Bagian kita adalah : "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam hidup kita”. Kata itu menutup perjumpaan kami karena tak terasa senja perlahan telah berganti menjadi malam.


“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(Ibrahim: 7)
~nice advice old man~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome to my "freak" blog site.
You don't have to send the greatest note in the world or come up with clever phrases.
Just let them know you appreciate it.
When have you ever wished someone hadn't thanked you?
Any comments are very meaningfull for a better the writing writer's.
^_^
arigatou gozaimashu.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...