12/13/2012

Aku, mendaki, dan sebuah puncak




Bagiku mendaki gunung bukan sekedar adventure, menguji nyali atau berbaur dengan alam. Namun semacam perjalanan spiritual. Ada banyak cara untuk mengenal diri. Dan bagiku salah satunya adalah dengan mendaki.

Bagi sebagian orang, kegiatan mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan ekstrim yang ‘mungkin’ tidak akan bisa dilakukan oleh orang biasa, mengingat waktu yang diperlukan untuk sekali melakukan perjalanan tidak sebentar, kemudian mereka mengonversi waktu tersebut menjadi satuan energi yang akan terbuang demi menggapai tanah tertinggi di gunung tersebut.

Memang benar, untuk mendaki gunung memerlukan energi yang lebih, karena kita mau tidak mau harus ‘memaksakan’ diri untuk tetap melangkahkan kaki menuju puncak, bahkan akal sehat kita tidak akan mampu mencerna bagaimana kita dapat memperoleh tenaga sebesar itu ketika kita sudah dapat mencumbui puncak tersebut, dan ketika kita menyadari hal itu yang tersisa hanya sedikit kalori yang nantinya akan diubah menjadi tenaga dalam perjalan pulang.

Namun, perjuangan itu, semua lelah itu akan terbayar ketika kita melihat hamparan samudera di atas awan yang akan meningkatkan detak jantung kita dan membuat kita berdecak kagum atas ciptaan-Nya.

Namun perlu diingat, mendaki gunung bukanlah kebanggaan untuk unjuk diri atas kemampuan, keberanian, dan keberhasilan mencapai puncak. Serta menjadi sebuah cerita dan kisah yang menarik lalu dilupakan oleh waktu dan pengalaman baru. Sampai di puncak setelah menembus belantara dalam cuaca yang dingin dan mencekam memang kegembiraan.

Lebih dari itu, mendaki gunung adalah semangat untuk mengenal diri kita melalui alam yang telah diberikan kepada kita oleh Sang Maha Kuasa. Untuk mencintai dan bertekuk lutut di hadapan Sang Kuasa atas semua yang kita rasakan lewat alam semesta.

Malam hari saat di puncak gunung, pandang bintang - bintang di langit. Pagi hari saat di atas bukit, lihatlah hamparan rumput hijau. Dengarkan gemuruh kawah gunung, desiran angin dan usapan embun lembut yang turun ke lembah mengusap wajah dan kulit kita. Rasakan, dan kita akan menyadari bahwa kita bukanlah apa - apa.




4 komentar:

  1. akhirnya posting lagi..
    kangen juga mampir kesini..
    bersiap cerita selanjutnya sindoro-sumbing..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe..wingi vakum gara2 galau penelitian masbro, setelah dipikir2 kok kangen nulis ya, yowiz deh dadine posting blog meneh.
      :D

      yo'i..minggu depan insyaa Allah release cerita sindoro-sumbing (merapi)
      :D

      Hapus
  2. Mengajarkan perjuangan hidup bgt ya,, jd mupeng naik gunung, -__-

    pernah ngalamin kejadian2 horror gak saat naik2 gunung gt? liat penampakan, misalnya.. X)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap..kata orang sih naik gunung itu seperti menjalani hidup versi singkat (ntah gimana ngomongnya) yang jelas naik gunung itu nggak semudah, semulus, se-simple yang kita bayangkan, begitu juga hidup ini.
      *ceileh*
      :D

      wahh..alhamdulillah sampe sekarang belum pernah ngalamin hal2 yang aneh2 gitu, jangan sampe deh, serem.
      >.<

      Hapus

Welcome to my "freak" blog site.
You don't have to send the greatest note in the world or come up with clever phrases.
Just let them know you appreciate it.
When have you ever wished someone hadn't thanked you?
Any comments are very meaningfull for a better the writing writer's.
^_^
arigatou gozaimashu.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...