5/14/2012

Menghargai hidup



Ada salah satu ungkapan, bahwa mereka yang gemar berpetualang di alam bebas adalah orang-orang yang mencintai kematian. Benarkah demikian? Sebenarnya, idiom tersebut salah, karena berpetualang itulah cara untuk menghargai hidup. Ada satu keinginan untuk memberi arti dan nilai dalam hidup. Dan rasanya benar jika seorang filosof mengatakan “di tengah hutan dan di alam bebas, aku merasa menjadi manusia kembali”.

Petualang yang meninggal di alam bebas, bukanlah orang yang mencintai kematian. Kematiannya itu sebenarnya tak berbeda dengan kematian orang lain yang tertabrak mobil di jalan raya atau terbunuh perampok. “Yang pasti, mereka meninggal justru dalam usahanya untuk menghargai hidup ini. Hidup itu harus lebih dari sekedarnya”, tulis Budi Laksmono yang meninggal digulung jeram Sungai Alas, Aceh.

Bagi orang awam, kiprah petualang seperti pendaki gunung selalu mengundang pertanyaan klise mau apa sih ke sana? Pertanyaan sederhana, tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan mengundang rasa kesal. George F. Mallory seorang pendaki gunung terkenal asal Inggris mungkin karena kesal ditanya seperti itu, maka dia menjawab”because it is there, karena gunung itu ada!”.

Beragam jawaban boleh muncul terkait pertanyaan tersebut, Soe Hoek Gie, salah seorang pendiri Mapala UI, menulisnya dalam sebuah puisi “Aku cinta padamu Pangrango, karena aku cinta keberanian hidup”. Bagi pemuda ini, keberanian hidup itu harus dibayar dengan nyawanya sendiri, Soe Hoek Gie meninggal bersama seorang temannya Idhan Lubis karena menghirup gas beracun di lereng kerucut Mahameru, Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969 di pelukan seorang sahabatnya Herman O. Lantang.

Pemuda aktif yang sehari-hari terlibat dalam soal pelik di dunia politik ini mungkin menganggap petualangan di gunung sebagai arena untuk melatih keberanian menghadapi hidup. Mungkin pula sebagai pelariannya dari dunia yang digelutinya di kota. Herman O. Lantang yakin bahwa sahabatnya itu meninggal dengan senyum di bibir. “Dia meninggal di tengah sahabat-sahabatnya di alam bebas, jauh dari intrik politik yang kotor”.

Motivasi melakukan kegiatan alam di alam bebas, khusunya mendaki gunung memang bermacam-macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis seperti halnya kebutuhan lainnya. Kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan untuk diakui masyarakat dan bangsanya. Mendaki gunung adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan itu, disadari atau tidak. Semua ini sah, tentu saja.

Sebenarnya yang paling mendasar dari semua motivasi itu adalah rasa ingin tahu yang menjadi jiwa setiap manusia. Rasa ingin tahu adalah dasar kegiatan mendaki gunung dan petualangan lainnya. Keingintahuan setara dengan rasa ingin tahu seorang bocah, dan inilah yang mendorong keberanian dan ketabahan untuk menghadapi tantangan alam. Tetapi apakah sebenarnya keberanian dan ketabahan itu bagi pendaki gunung?

Peter Boardman, seorang pendaki gunung asal Inggris, menjadi jenuh dengan pujian yang bertubi-tubi, setelah keberhasilannya mencapai puncak Everest. Peter Boardman yang kemudian hilang di Everest tersebut menulis arti keberanian dan ketabahan baginya.”Dibutuhkan lebih banyak keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya lebih kejam daripada bahaya pendakian yang nyata. Ketabahan yang dibituhkan lebih banyak untuk bekerja di kota daripada mendaki gunung yang tinggi”.

Keberanian dan ketabahan yang dibutuhkan ketika mendaki gunung cuma sebagian kecil saja dari hidup kita. Bahaya yang mengancam jauh lebih banyak ada di dunia peradaban, di perkotaan ketimbang di gunung, hutan, dan dimana saja di alam terbuka. Di dunia peradaban modern, di kota, begitu banyak masalah yang membutuhkan keberanian dan ketabahan untuk menyelesaikannya. Di gunung, masalah yang kita hadapi cuma satu “bagaimana mencapai puncak lalu turun kembali dengan selamat”.


“Hidup adalah soal keberanian menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita menawar, terima dan hadapilah” –Soe Hoek Gie-

10 komentar:

  1. wah postingan ene jawabannya ada disini..-salut-
    ^_^
    klo namanya blogger bukan cuma salaing blas komen tapi juga saling balas postingan ya,hehe..:p

    BalasHapus
  2. hehe . .terinspirasi dari tulisan ente, jadi berpikir kenapa kok ga dibuat "tandingannya".
    jadilah postingan ini.
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. weh BeTeWe jahat juga kao,,tak liat2 link blog-ku gak dipasang ik..hmm ra setia kawan kie..-________-

      Hapus
    2. genah enek nhok, ning link Komunitas Blogger IPB.
      wahh . .wahh . .

      Hapus
    3. wingi ketokke gak ana kang,,nang duwure salman langsung Muhammad Edi Sutanto,,sorry nek aku sliwer,hehe..

      Hapus
  3. IPB angkatan berapa mas edi dan mas faiz? udah pernah ke jonggring salokanya semeru?

    BalasHapus
  4. saya angkatan 2008 mas, ada kenalan tah di IPB?
    heumm . .honestly saya belum pernah ke semeru mas, baru bulan depan mau ke sana insyaa Allah.
    mas sugi udah pernah?

    BalasHapus
  5. panggil aja aan...koq comentku diatas nanyanya ke mas edi dan mas faiz ya?maksudnya ke mas rizki dan mas faiz...aku angkatan 42 alias 2005 tapi sampe sekarang belum lulus2,,,hehe...jurusan apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya departemen ITP mas, mas aan departemen apa tho?
      suka naik gunung jg?
      mau join nggak bulan depan mas sama anak2 ITP?
      :D

      Hapus
  6. punten nda bisa, sekarang saya mukim di purwokerto
    maksudnya saya belum lulus tu saya menDOkan diri disemester 5...hehe
    kenal mas taufik? dia dosen klimatologi, mungkin bareng kalo pas ta'lim...kalo ketemu, salam ya

    BalasHapus

Welcome to my "freak" blog site.
You don't have to send the greatest note in the world or come up with clever phrases.
Just let them know you appreciate it.
When have you ever wished someone hadn't thanked you?
Any comments are very meaningfull for a better the writing writer's.
^_^
arigatou gozaimashu.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...